Senin, 19 Desember 2016

BAHTERA RUMAH TANGGAKU Episode 5








Begitulah sapaan Dian setiap pagi sudah seminggu berlalu sejak Linda memberitahuku bahwa Dian meminta kontak bbmku padanya, dan saat tengah malam hari itu ada sebuah permintaan masuk di handphoneku, ternyata Dian yang ingin menambahkanku dalam kontak bbmnya. Saat paginya ia kemudian menyapaku dan berterima kasih karna mau menerima permintaanya. Sejak hari itu Dian rutin menghubungiku via pesan sekedar menyapa ataupun menanyakan kegiatanku dan aku hanya menjawab seperlunya saja, 2 hari yang lalu Dianpun sempat mengajakku untuk menemaninya berbelanja dan nonton film favoritnya yang kini tayang dibioskop namun kutolak dengan halus ajakannya, karna bagaimana bisa aku pergi dengan wanita lain sementara aku memiliki seorang istri.

Aku kemudian membalas chat singkat Dian, lalu membuat kopi, usai menyeduh minuman favoritku itu, aku lalu duduk dan menyeruput sedikit sambil membuka facebookku, beberapa status dan foto dari teman teman SMK ku menghiasi berandaku, pandanganku tertuju pada sebuah tautan yang ada di berandaku, sebuah link cerita berjudul "Maafkan Aku Suamiku", aku lalu mencoba membuka tautan itu dan kemudian membaca cerita itu.

Aku belum selesai membaca ketika kemudian aku menutup web dari cerita yang kubaca itu, karena aku tak suka dengan isi ceritanya, didalam cerita itu ada seorang istri yang tega menyelingkuhi suaminya karena dibutakan oleh nafsu sex, si wanita begitu menyukai berhubungan badan dengan selingkuhannya.

Aku benar benar membenci perselingkuhan, karena hanya akan menyakiti salah satu pihak saja yaitu orang yang diselingkuhi, akupun pernah sekali merasakan ketika SMA kelas 1, aku pernah memiliki pacar yaitu kakak tingkatku, dan kemudian aku memergokinya berselingkuh dikamar kosannya saat aku bermaksud mengunjunginya menumpang untuk tidur sejenak sehabis meminum minuman keras bersama kawan kawanku.

Saat aku sampai di depan pintu kamarnya terdengar suara tawa cekikikan darinya lalu suara orang yang sedang berciuman, aku lalu mendobrak masuk dan memergokinya tengah berduaan dengan seorang Mahasiswa. Tak banyak bicara aku lalu memukuli dan menendangi Mahasiswa itu, membuat pacarku menjerit, andai tak dipisahkan oleh beberapa orang aku mungkin menghilangkan nyawa pemuda yang sudah berlumuran darah itu.
Keesokan harinya pacarku memintaku untuk bertemu denganya, ia menangis dan meminta maaf padaku, aku kemudian memaafkannya namun mengakhiri hubungan singkat kami itu, Ia tak rela dan memelukku namun aku sudah terlanjur sakit hati dan lalu menyuruhnya untuk mencari penggantiku saja.

Aku kemudian memutuskan untuk tak pacaran dulu dan lebih menikmati melakukan kenakalan bersama kawan kawanku hingga kemudian aku lulus dan bekerja. Saat aku sudah bekerja selama 2 tahun disitulah saat aku bertemu dengan sinta, saat itu aku bertemu dengannya di parkiran sebuah Mall, ia terlihat begitu kesusahan menyalakan motornya, entah kenapa kemudian aku menawarkan diri untuk membantunya, seperti ada dorongan yang kuat dari dalam diriku.

Setelah membantunya, Sinta lalu menawarkan diri mentraktirku makan, awalnya aku menolak namun ia memaksaku dengan nada manja. Akhirnya kuiyakan saja, saat makan itulah kami saling berbincang, pembawaan sinta yang ceria mampu mengimbangiku yang sebenarnya aku adalah orang yang kaku. Kami lalu bertukar kontak dan melanjutkan perbincangan di handphone setelah kami berpisah di foodcourt itu dan telah sampai dirumah masing masing.

Lama kelamaan aku mulai menyukai Sinta, dan saat aku cuti aku lalu memperkenalkan Sinta pada orang tuaku dan ternyata orang tuaku juga menyukai kepribadian Sinta, rasa sayangku semakin besar saat Sinta mampu menghiburku ketika kedua orang tuaku meninggal dunia akibat kecelakaan yang merenggut nyawa mereka. Setelah melewati masa masa berkabung, aku kemudian memutuskan melamar Sinta dan menikahinya.

Aku menghentikan kegiatan bersantaiku saat mendengar suara tangis anakku nampaknya ia baru saja terbangun dari tidurnya, aku segera menuju kamarnya lalu menggendongnya untuk menenangkannya. Setelah Nina tenang aku lalu memandikan anakku itu, lalu setelah itu kugantikan bajunya dan memangku nina sambil menonton TV.

"Saaayyuurrr!" Suara teriakan tukang sayur terdengar dari depan rumahku, aku lalu menggendong nina dan bermaksud membeli beberapa sayuran dan ayam untuk makan siangku. Sesampainya diluar kulihat beberapa ibu ibu sudah mengelilingi tukang sayur itu seekedar membeli beberapa dagangannya.

"Pak, beli sayuran yang biasa yah ama beberapa potong daging ayam", kataku.

"Eh Nina sini tante gendong sayang", kata salah seorang ibu ibu yang berdiri disampingku, namun nina malah semakin menggelayut manja padaku karena menolak untuk digendong olehnya.

"Yah kasian ninanya nggak mau digendong ama situ huu", ledek ibu ibu yang lain.

"Biarin huu, tapi ibu sinta beruntung banget bisa dapat mas Dimas, udah mah pinter ngurus rumah,bisa masak, telaten ngasuh anak lagi", puji ibu itu padaku.

"Hehe saya biasa aja bu", kataku malu.

"Iya jeng daripada suami saya huu, bisanya cuman makan saja, disuruh ini itu males, minta tolong jagain anak anak ogah ogahan, pas bikinnya paling semangat hihihi", kata wanita paruh baya yang lain, setelah itu mereka saling bergosip mengenai kelakuan suami suami mereka. 

"Eh ngomong ngomong jeng Indah kemana yah", kata salah satu wanita.

"Iya udah beberapa hari aku nggak ngeliat jeng", timpal ibu ibu yang lain.

Aku yang mendengar percakapan itu setelah membayar belanjaanku jadi ikut memikirkan Indah memang sudah beberapa hari ini aku tak melihat Indah, apa mungkin ia tengah pulang kampung.
Aku lalu masuk kembali kedalam rumah memberikan nina susu formula lalu menidurkannya setelah ia kenyang, setelah itu aku kemudian memasak dan makan siang karena hari sudah menjelang siang. Akibat kekenyangan aku kemudian tertidur disofa setelah menghabiskan beberapa batang rokok

***​

"Sayang bangun", ada tepukan dipipiku yang membangunkanku dari tidurku, ternyata sinta sudah pulang, kulihat keluar jendela hari ternyata sudah sore, aku lalu duduk dan meminum air di gelas yang kusediakan diatas meja lalu kusulut rokokku.

"Ihh bukannya cuci muka dulu malah langsung ngerokok nggak sehat tau", kata sinta yang masih memakai seragam kantornya.

"Kamu pulang jam berapa?", tanyaku.

"Baru aja nyampe sayang",kata Sinta lalu duduk disampingku melepaskan highheelsnya.

"Aku nyapu halaman dulu", kataku lalu beranjak keluar rumah dan mulai menyapu halaman sambil sesekali menghisap rokok. Aku lalu memandang ke arah rumah Indah yang berada disamping rumahku, entah kenapa perasaanku tak enak karena tak melihat 
Indah yang biasanya saat sore hari seperti sekarang pasti akan menyapu halaman juga bersamaku.

Aku lalu memutuskan menuju rumahnya setelah menyelesaiikan pekerjaanku dan mencuci muka dan tanganku. Sesampainya didepan pintu rumah indah aku lalu masuk dan mendapati seluruh ruangan gelap sofanya terlihat kotor, terbersit dipikiranku apakah indah tidak ada, namun kenapa rumah mereka tidak dikunci. Saat aku hendak keluar dari rumah Indah, terdengar suara motor andi yang berhenti didepan rumah.

"Ngapain lo masuk masuk rumah gue? Mau maling ye?", kata Andi sinis.

"Gue cuman nyariin Indah, udah seminggu dia nggak kelihatan gue khawatir kalo dia sakit atau kenapa napa".

"Cih nggak usah sok perhatian ama bini orang deh, mending lo keluar, urusin aja bini lo", kata andi sinis.
Belum sempat aku melangkahkan kaki samar samar terdengar suara isakan tangis dari kamar.

"Itu suara apa,siapa yang nangis dikamar lo".

"Ah perasaan lo doang gue nggak denger apa apa mending lo keluar deh". Kata Andi mengusirku. Aku tak menghiraukan perintah Andi dan berjalan menuju kamar itu namun andi menghadangku dan berdiri didepan pintu.

"Gue bilang keluarrrr!", teriak Andi sambil mendorongku, namun aku menahan tangannya dan malah balik mendorongnya saat isakan tangis didalam semakin keras terdengar. Begitu aku membuka pintu mataku terbelalak mendapati indah yang terlentang diatas tempat tidur, kedua tangannya terikat disisi dipan ranjang, mulutnya tersumpal sapu tangan, ia saat itu masih memakai gamis panjang yang sama saat datang kerumahku seminggu lalu namun tersingkap sampai ke pinggang dan menampilkan bagian bawah tubuhnya yang tertutupi sebuah hotpants, dipahanya banyak luka cambukan, kasihan sekali aku melihatnya, airmatanya membasahi bagian sisi jilbabnya.Aku lalu melepas sapu tangan yang menyumpal mulutnya dan mencoba membuka ikatan tangannya. Indah lalu menangis sambil menutupi wajahnya. 

"Siapa yang suruh lepasin", "bughh". Andi berkata sambil menendang bagian sisi punggungku hingga aku terlempar kesamping.

"Mas jangan mas hiks", kata indah dengan lemas mencoba bangkit.

"Diem aja lo perek", maki Andi.
Aku benar benar sudah emosi sekarang, bukan hanya menyiksa tapi juga ia mencaci maki Indah.

Dengan tiba tiba kutendang perutnya membuatnya terjatuh kebelakang, aku lalu menarik kerah bajunya dan menatap wajahnya, dapat kulihat raut wajah Andi yang terkejut karna ternyata aku melawan.

"Lo udah keterlaluan", ucapku singkat lalu menghujani Andi dengan pukulan bertubi tubi ke perut dada dan kepalanya, darah mengucur dari hidungnya.

"Napa lo diem, hah!, ayo sini lawan gue", makiku sambil menunjuknya.

"Bang sudah bang jangan pukul mas Andi", kata indah sambil menangis.

"Lo liat bini lo bangsat!, masi ngebelain lo setelah apa yang lo lakuin ama dia, lo punya hati nggak sih ampe berbuat gini ama perempuan??, mikir!", kuungkapkan semua kekesalanku. Sementara Andi hanya diam saja mencoba menghapus darah yang mengalir dari hidungnya.

"Hiks udah bang ud....", kata kata Indah terputus saat ia tiba tiba pingsan. 

"Kalo ampe bini lo kenapa napa, gue bakalan beri lo pelajaran yang lebih dari ini", kataku lalu menggendong Indah keluar dari kamar beberapa orang berkerumun didepan rumah Indah.

"Astaga ibu indah kenapa", kata salah seorang ibu ibu.

"Pak saya minta tolong telfonin taksi indah mesti dibawa ke rumah sakit", kataku berbicara pada pria yang berdiri didepan pintu sambil mencoba membaringkan Indah di sofa rumahnya.
Aku lalu bergegas kembali kerumah dan memakai baju yang sedikit lebih rapi. Kudapati Sinta tengah menggendong nina.

"Ada apa sayang kok keliatan buru buru", kata Sinta.

"Aku ke rumah sakit dulu yah sayang, anterin Indah".

"Loh kan ada suaminya kan? Kenapa mas yang repot",

"Ceritanya panjang aku pergi dulu", kataku lalu segera bergegas keluar dari rumah, kudapati Indah tengah dibopong oleh beberapa warga dan dimasukkan dalam taksi aku segera saja aku ikut masuk kedalam mobil dan membawa Indah menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit aku segera berlari menuju ruang recepsionis dan memberitahukan bahwa indah membutuhkan penanganan secepatnya, beberapa suster kemudian mengambil tempat tidur khusus yang memiliki roda dibawahnya. Aku lalu kembali menuju taksi dan membopong Indah menidurkannya diatas tempat tidur itu. Indah kemudian dibawa dan diperiksa sementara aku di luar ruangan terduduk menanti hasil pemeriksaan. Aku tak habis pikir sungguh tega Andi memperlakukan Indah sampai seperti itu. 

Beberapa saat kemudian seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan, aku segera berdiri dan menemuinya dan bermaksud menanyakan keadaan Indah.

"Keadaan Indah gimana dok?", tanyaku.

"Anda siapanya?", tanya dokter paruh baya itu.

"Saya kakaknya", jawabku berbohong.

"Untuk anda cepat membawanya kesini, kondisinya benar benar kritis, ia kekurangan asupan makanan, belum lagi luka fisik yang ada di bagian kaki dan juga tubuhnya". Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasan dokter itu. Sampai segitunyakah Andi menyiksa Indah.

"Saya mohon dok tolong rawat adik saya", kataku.

"Bapak tenang saja, kami akan berusaha sebaik mungkin", kata dokter itu sambil menepuk bahuku.
Beberapa suster lalu membawa indah yang masih tertidur ke ruangan rawat inap, setelah aku menyelesaikan biaya administrasinya. Aku lalu menuju ruangan itu dan duduk disamping Indah yang masih terbaring lemas. Kupandangi wajah cantiknya yang pucat.Aku lalu bermaksud menelfon Andi bagaimanapun dia harus tau kondisi indah akibat ulah perbuatannya namun ternyata kusadari aku lupa membawa handphoneku.

"Mm", gumam Indah saat ia terbangun.

"Masih lemas dek? Kamu haus?", tanyaku.

"Nggak bang", kata Indah sambil berusaha tersenyum.

"Kita harus beritahu perlakuan Andi ini dek pada orang tuamu".

"Nggak usah bang", cegah indah sambil menggelengkan kepala.

"Tapi kenapa dek?".

"Nanti aku bakal ceritain, bang aku tidur dulu, makasih yah bang udah perhatian banget ke aku". Kata Indah lalu memejamkan matanya dan kembali tertidur. Aku lalu memutuskan untuk keluar dari kamar indah dan merokok.

oo0oo​

Keesokan paginya setelah pamit pada Indah aku memutuskan untuk pulang ke rumah sekedar mengambil handphoneku dan mencoba menemui Andi. Saat sampai dirumah aku menemukan pesan Sinta pada secarik kertas yang tertempel dikulkas. Ia mengabarkan bahwa ia menitipkan Nina pada orang tuanya.

Aku lalu masuk kekamarku lalu mandi setelah itu memakai pakaian yang rapi, aku lalu mengecheck handphoneku ternyata banyak sekali panggilan tak terjawab dari marcel tadi malam. Saat memegang handphoneku ada sebuah pesan yang masuk yang ternyata dari marcel.




Setelah membalas pesan Marcel, aku lalu menuju rumah Andi. Saat aku mengetuk pintu tak ada jawaban darinya kukira ia pergi bekerja namun masih kudapati motornya terparkir, aku lalu segera masuk dan mendapati Andi yang tertidur disofa sambil mendekap sebuah bingkai foto.

"Di bangun", kataku memanggilnya. Ia lalu terbangun dan duduk dan menaruh foto itu diatas meja yang ternyata foto Indah dan dirinya saat acara resepsi pernikahan mereka.

"Lo ikut gue kerumah sakit", ajakku padanya.

"Iya bang", Kata Andi. Baru kali ini dia memanggilku dengan sebutan "bang" padahal dulu dia biasanya memanggil langsung namaku. Mungkin efek dari perbuatanku kemarin yang membuatnya sedikit segan padaku. Umurku memang jauh diatas Andi.
Setelah Andi bersiap siap dengan menaiki motornya kami lalu menuju rumah sakit. Sesampainya disana aku mengajaknya menemui Indah di ruang rawat inap. Awalnya ia terlihat segan menemui Indah. Mungkin ia merasa malu. Namun setelah kupaksa akhirnya dia mau menemui Indah. Ia lalu duduk dikursi yang ada disamping ranjang Indah. Sementara Indah yang tengah duduk bersandar hanya memandangiku dan Andi secara bergantian. Aku menanyakan kondisi Indah sementara Andi hanya diam saja. 
Selang tak lama suster datang membawakan Indah makanan. Aku lalu menyuruh andi untuk menyuapi Indah.

"Nggak usah bang, aku bisa makan sendiri".

"Udah nggak apa lagian dia suami kamu, harusnya dia merawat kamu". 

Andi kemudian dengan perlahan menyuapi Indah, sesekali indah hanya tersenyum menatap Andi yang terlihat kerepotan. Setelah makanan habis kami lalu berbincang, lebih tepatnya hanya aku dan Indah yang berbincang sementara Andi diam saja kecuali saat aku bertanya padanya, beberapa kali aku mencoba bertanya mengapa bisa Andi memperlakukan Indah seperti itu namun Indah segera mengalihkan pembicaraan.

Tak terasa sudah jam setengah 12 aku lalu pamit pada mereka dan segera menaiki taksi menuju kafe yang terdapat diMall tempat biasanya aku bertemu dengan marcel. Sesampainya disana aku lalu memesan kopi. Hampir setengah jam aku menunggu Marcel saat ia muncul bersama Dian dan Linda. Mereka lalu memesan minuman lalu duduk bersamaku. Dian duduk disebelahku sementara Marcel dan Linda duduk di depanku.

"Ada hal apa nih cel", kataku sambil tersenyum. Mereka hanya saling berpandangan. Marcel kemudian menghela nafas panjang lalu berkata.

"Dim bini lo selingkuh".

Seketika itu juga kurasakan waktu berhenti, jantungku berdegup cepat mendengar pernyataan marcel.


Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar

 
Kazeros © 2011 Templates | uzanc